Berbagai Suku Yang Tinggal di Pulau Nias

Berbagai Suku Yang Tinggal di Pulau Nias

Tahukah Anda bahwa Pulau Nias tidak hanya dihuni oleh suku Nias saja? Sejumlah besar suku-suku lain juga tinggal di pulau Nias lho. Cek yuk informasinya melalui artikel ini.

Beginilah ditulis oleh Edrisi pada tahun 1154. Edrisi lahir pada tahun 1099 di Ceuta, studi di Cordua, kemudian mengadakan perjalanan panjang dan akhirnya menetap di Sisilia. Untuk raja itu dia menulis suatu buku geografis yang cukup tebal. Antara lain Edrisi menulis tentang pulau Niyan (Nias), bahwa “padat penduduknya”, bahwa disitu ada “satu kota besar” dan bahwa “pulau ini diduduki oleh sejumlah besar suku-suku.”

Tradisi lisan di Gomo menyebut 6 leluhur atau suku yang diturunkan dari Ibu Sirici. Mereka ini tergolong sebagai penghuni pertama di pulau Nias. Mereka ini secara singkat diuraikan dalam silsilah orang-orang Nias oleh dua Misionaris, Sundermann dan Thomas, sesuai dengan tradisi lisan pada waktu itu, sekitar pada tahun 1885.

Kedua misionaris itu menyebut 2 pohon silsilah (tambo).

Pohon pertama menyebut penghuni asli Nias yang dinilai kurang manusiawi atau seperti hantu dan roh jahat. Dan baru kemudian diuraikan keturunan yang sungguh manusia (niha) dalam pohon kedua.

Orang Nias menyebut diri mereka sebagai Ono Niha (anak-anak dari manusia) dan pulau tanah air mereka disebut Tanö Niha (tanah manusia).


Penghuni Nias yang Pertama

Grup Etnis dari bawah (niha moroi tou)

Inilah manusia dari dunia bawah (moroi ba mbanua tou) penghuni gua yang tergolong periode awal Mesolitikum. Mereka menganut budaya epi-paleolitik (Hoa Binh) yang terkenal dari Vietnam. Terbukti melalui ekskavasi di Gua Tögi Ndrawa di dekat Gunungsitoli pada bulan Agustus 1999 oleh Museum Pusaka Nias bekerjasama dengan Universitas Airlangga.

Tögi Ndrawa, artinya: Gua Orang Asing. Gua ini sudah dihuni lebih 12.000 tahun yang lalu. Leluhur mereka disebut Latura Danö atau Nazuwa Danö atau Ba’uwa Danö. Ada beberapa variasi namanya.

Masalahnya, dalam penelitian DNA patriliniar (Y-Chromosom) keturunan mereka tidak ditemukan. Gen mereka belum ditemukan pada masyarakat Nias yang hidup saat ini.

Grup Etnis yang berkulit putih (niha safusi)

Leluhur mereka Bela, dan mereka disebut Ono Mbela (anak dari Bela). Ekskavasi di Gua Tögi Ndrawa dilakukan, karena tradisi lisan bicara tentang manusia gua. Ternyata benar. Tradisi lisan tidak boleh diremehkan. Lebih banyak lagi tradisi lisan bicara tentang suku Ono Mbela, yaitu manusia yang hidup di atas pohon. Mereka pemilik hutan dan marga satwa di rimba (sokhö utu ndru’u). Manusia dari etnis atau suku lain yang hendak memburu di hutan, harus minta izin dari mereka dengan memberi persembahan (sesajen). Pada tahun 1985 masih dapat dilihat persembahan yang diletakkan di bawah pohon.

Grup Etnis di Sungai (cuhanaröfa)

Leluhur mereka oleh tradisi lisan di Nias disebut Cuhanaröfa.

Grup Etnis dengan kepala besar (sebua gazuzu)

Leluhur mereka Nadaoya, yang dipandang juga sebagai roh jahat atau iblis yang memangsa.

Grup Etnis di Sebelah bawah air terjun (sihambula)

Disebut juga Sihambula yang tinggal di sebelah bawah air terjun dan Awuwukha, yang tinggal di jurang terjal.

Grup Etnis di sebelah bawah air (barö nidanö)

Tiada kemungkinan, orang hidup di bawah air. Besar kemungkinan, orang yang dimaksudkan disini adalah orang atau satu suku yang tenggelam dalam Tsunami. Bagi mereka ini dipakai juga istilah Bekhu Nasi (hantu laut).

Ternyata, bahwa suku Niha (manusia) yang menuturkan tradisi lisan, mengutamakan sukunya sendiri dan tidak mau membuang untuk menceriterakan kepada kita berita tentang penghuni pertama di pulau Nias.

Siapakah orang-orang ini dan apakah mereka benar-benar ada? Sudah pasti ada orang-orang di pulau, sebelum kelompok etnis saat ini tiba. Hal ini dikonfirmasi oleh catatan sejarah dan penelitian arkeologi. Beberapa kelompok yang dijelaskan ini mungkin hanya cerita mitologi, tetapi yang lain, terutama orang yang tinggal di gua dan di pohon, memang ada. Mereka kemungkinan adalah kelompok suku Austronesia yang telah diisolasi di Nias. Beberapa orang Nias sekarang memiliki rambut keriting, yang mungkin merupakan hasil gen dari penghuni-penghuni pertama di Nias.

Penghuni Nias yang Disebut Niha (Manusia)

Menurut mitologi mereka, orang-orang Nias awalnya, hidup di dunia atas (surga), dan nenek moyang asli menurunkan mereka ke bumi (Pulau Nias).

Grup Etnis dari atas (moroi yaŵa): Niha (manusia)

Ibu Nazaria menurunkan satu orang leluhur dari grup manusia itu. Belum jelas siapa dia itu, entah Ho atau Hia atau Hia-Ho. Dalam Hoho disebut: Ho pada awal mula (Ho ba mböröta). Penelitian DNA menemuka kesamaan suku Nias dengan suku-suku di Filipina dan Taiwan. Sedangkan suku-suku asli di Taiwan berasal dari Yunan, Cina Selatan.

Dalam ke-2 silsilah tertua yang ditulis oleh Sundermann dan Thomas diakui, bahwa sudah ada suku-suku lain di Nias, sebelum suku Niha datang. Grup Manusia ditaksir masuk ke Nias sekitar tahun 1350 M. Mereka ini membawa kemajuan di sektor: pertanian, peternakan, teknik menenun, pertukangan kayu, pandai besi, tukang emas yang datang dari Padang Lawas Sumatra, arsitektur rumah, adat-istiadat/budaya, penghormatan terhadap orangtua dan para leluhur, patung leluhur, budaya megalitik, silsilah, dll.

Mengingat bahwa pada waktu itu dinasti Ming menguasai laut di Asia Tenggara sampai ke Afrika, mengingat juga bahwa pada waktu itu di Singkuang, kota di muara sungai Batang Gadis yang berhadapan dengan Nias, terdapat suatu koloni orang Cina serta satu galangan kapal (lih. buku Tuanku Rao), maka sangat mungkin suku Niha di Nias berasal dari situ. Terdapat cukup banyak indikasi untuk teori itu. Sebagai suatu perbandingan kita dapat melihat suku Mandailing, yang merupakan suatu suku campuran antara Jawa, Cina dan Bugis.

Para leluhur suku Niha yang terkenal adalah Ibunda Siraso, Hia dan Ho. Mereka berdomisili di Sifalagö Gomo. Penelitian yang dilakukan Balai Arkeologi Medan di Sifalagö Gomo menemukan bukti kehadiran Niha di Sifalagö Gomo pada tahun sekitar 1350 atau sekitar 600-700 tahun yang lalu.

Imigrasi sebelum Hia?

Leluhur Daeli, terhitung 42 generasi dalam silsilah.

Leluhur Ho, terhitung 56 atau 59 generasi dalam silsilah.

Leluhur Sihai, Sirao, Luomewöna terhitung l/k 60 generasi dalam silsilah untuk marga Zebua.

Leluhur Gözö/Baeha, terhitung ca. 40 generasi oleh marga Baeha di Lahewa.

Leluhur Daeli berdiam di Tölamaera, Idanoi, dan Gözö di dekat muara sungai Muzöi. Ama Waigi Hondrö di desa Onohondrö menyebut juga suatu rumusan kuno: ”Siwa götö niha me löna so Hia.“ Artinya: 9 generasi sebelum ada Hia. Maka kita harus mengurangi sekitar 225 tahun dari tahun kelahiran Hia.

Dengan melihat banyaknya generasi dari para leluhur di sebelah atas, maka kita harus memperkirakan kedatangan para leluhur itu jauh sebelum Hia. Dengan menghitung 25 tahun untuk satu generasi, imigrasi mereka boleh jadi sbb.: Daeli pada tahun ± 950 M , Ho pada tahun ± 600 M, Sihai/Zebua pada tahun ± 500 M, Gözö pada tahun ± 1000 M.

Perhitungan ini tidak bermaksud untuk membenarkan angka-angka generasi dalam silsilah-silsilah tersebut di atas. Hanya menggambarkan suatu skenario untuk penelitian lebih lanjut atas sejarah para leluhur di Nias.

Rumusan kuno berbunyi:

Ladada raya Hia, lafailo yöu Gözö, ladada Ho ba ndroi Gaidö, ya'ia börö zangatulö.

Hia diturunkan di Selatan,

Gözö diturunkan di Utara,

Ho diturunkan di lembah Gidö, dia itu sumber perdamaian.

Kelompok Etnis Lain di Nias

Suku Polem dari Aceh

Pada tahun 1639, Iskandar Muda meninggal di Aceh. Tiga tahun sesudah itu, tahun 1642, suku Polem dari Aceh masuk ke Nias dengan memakai 7 biduk. Mereka berlabuh di beberapa tempat di pantai Timur pulau Nias, antara lain di muara sungai Idanoi yang sejak itu disebut Luaha Laraga.

Keturunan mereka ditemukan di desa Mudik dan juga di To’ene.

Peninggalan dari zaman itu adalah 2 meriam besar yang dapat dilihat di Pendopo di Gunungsitoli dan di depan mesjid tertua di Mudik.

Suku orang Bugis

Suku Bugis terkenal sebagai perantau. Dalam tradisi lisan Nias terdapat beberapa petunjuk tentang kehadiran mereka di pulau Nias:

  1. Laowö Maru di sebelah selatan Gunungsitoli,
  2. Masa di hulu sungai Oyo (Ulu Noyo),
  3. Bahoya di Mazinö dan
  4. Bekhua di Telukdalam.

Tetapi kini, mereka tidak ada lagi di situ. Keturunan mereka sampai sekarang ditemukan di Pulau Hinako, dan Sirombu dan di Pulau Tello. Di Nias, Bahasa Bugis disebut li mbekhua.

Mereka sudah lama meninggalkan bahasa mereka sendiri. Namun bahasa itu masih tersisa dalam nama-nama pulau, u.p. nama Pulau Tello.

Dulu di Makassar terdapat satu kerajaan dengan nama Tello. Suku Bugis di Hinako pernah diserang oleh orang Aceh dan hampir seluruh warganya dibunuh oleh orang Aceh. Keturunan orang Bugis masih ada di kepulauan Hinako, nama marga adalah Marunduri dan Maru'ao.

Sekolah untuk orang Cina di Gunungsitoli 1951.

Orang Cina (Tionghoa)

Orang-orang Cina telah datang ke Nias sebagai pedagang selama ratusan tahun dan banyak dari mereka telah menetap di pulau. Keluarga-keluarga Cina telah tinggal di kota-kota dan desa-desa yang lebih besar di sepanjang pantai selama beberapa generasi. Di Gunungsitoli ada banyak orang keturunan Cina. Contoh marga orang Cina yang ada di Nias adalah; Lim (Halim), Thio, Wong, Tan dan Gho.

Demikian ulasan tentang suku-suku yang tinggal di Pulau Nias. Semoga bermanfaat.

Posting Komentar untuk "Berbagai Suku Yang Tinggal di Pulau Nias"